Silang Pendapat Tuntutan Hukuman Mati Teddy Minahasa

30 Maret 2023, 15:43 WIB
Praktisi hukum dan JPU PN Jakarta Barat silang pendapat menanggapi tuntutan hukuman mati Teddy Minahasa.* /PMJNEWS

PR DEPOK - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat menuntut Teddy Minahasa, terdakwa kasus peredaran narkoba, dengan hukuman mati. JPU menegaskan, dalam kasus ini, tak ada hal yang meringankan tuntutan buat mantan Kapolda Sumatera Barat itu.

 

"Hal hal yang meringankan (Teddy Minahasa atas kasus narkoba) tidak ada," tegas salah satu JPU di PN Jakarta Barat, Iwan Ginting, dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari Antara pada Kamis, 30 Maret 2023.

Dalam hal ini, terdapat beberapa pasal yang disangkakan kepada Teddy Minahasa. Misalnya Pasal 112, Pasal 114, dan Pasal 132 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara.

Iwan menegaskan, ada beberapa hal yang memberatkan bagi Teddy Minahasa. Menurutnya, terdakwa dianggap telah menikmati hasil dari penjualan barang haram itu.

Baca Juga: Cha Eun Woo Ulang Tahun Hari Ini, Simak Profil dan Rekomendasi Dramanya

Kemudian, Kata Iwan, Teddy Minahasa pun tidak mengakui seluruh perbuatannya terkait penjualan sabu hasil barang bukti, serta tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba.

"Perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan publik kepada institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang anggotanya kurang lebih 400.000 personel," ujar Jaksa dalam persidangan tersebut.

 

Sementara itu, menurut Erwin Kalo, seorang praktisi hukum, Teddy Minahasa semestinya bebas dari tuntutan JPU. Menurut Erwin, hal ini disebabkan karena lemahnya pembuktian.

"Dua alat bukti yaitu percakapan WhatsApp dan pengakuan tersangka tidak kuat dijadikan sebagai bukti, sesuai dengan hukum pembuktian," kata Erwin, dalam keterangan tertulisnya kepada Antara.

Baca Juga: Piala Dunia U-20 2023 Batal di Indonesia, Warganet Pertanyakan Status Pemain Naturalisasi

Erwin pun menjelaskan terkait lemahnya pembuktian itu. Menurutnya, bukti percakapan WhatsApp itu tidak valid.

Pasalnya, kata Erwin, percakapan yang dijadikan bukti itu termuat di dalam sebuah aplikasi berbasis teknologi yang dapat dimanipulasi.

 

“Chat ini teknologi, teknologi itu gampang dimanipulasi, bisa dipotong, bisa diedit dan sebagainya berarti itu bukan merupakan bukti sempurna,” ujarnya.

Alasan yang kedua, yakni tentang pengakuan tersangka. Menurut Erwin, pengakuan tersangka itu pembuktiannya kecil atau lemah.

Baca Juga: THR 2023 Karyawan Swasta Kapan Cair? Berikut Batas Akhir Pembayaran dan Besaran Tunjangan Hari Raya

“Jadi biasanya kalau pengakuan dari tersangka itu hanya dipakai sebagai petunjuk. Dia akan menjadi bukti kuat apabila pengakuan itu dibuktikan dengan bukti-bukti lain,” jelasnya.

Dengan demikian, kata Erwin, semestinya dakwaan maupun tuntutan JPU terhadap Teddy Minahasa dibatalkan demi hukum.

 

Menurutnya, dakwaan dan bukti yang dimiliki sama-sama tidak meyakinkan terpenuhinya unsur pidana.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler