PR DEPOK – Penatapan enam anggota Laskar FPI pengawal Habib Rizieq sebagai tersangka oleh Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, tampaknya menimbulkan polemik baru di tengah publik.
Pasalnya, kendati enam orang tersebut telah meninggal dunia, tetapi Bareskrim Polri tetap menjerat mereka dengan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan.
Ahli hukum tata Negara, Refly Harun, turut menanggapi penetapan tersebut dalam kanal Youtube pribadinya.
Menurutnya, kasus hukum pidana yang dijeratkan pada enam laskar FPI yang tewas merupakan suatu hal yang tidak lazim.
Sebab, kasus hukum pidana berbeda dengan kasus hukum perdata.
Jika kasus perdata, lanjut Refly Harun, jika ada salah satu pihak meninggal dunia, maka proses hukum bisa dilanjutkan dengan mengalihkannya ke pihak lain yang berhubungan dengan yang bersangkutan, misal seperti anggota keluarganya
“Tapi kalau kasus pidana, itu tanggung jawab individual. Kalau individunya meninggal dunia, maka kasus atau proses dihentikan,” ujar Refly Harun dalam kanal Youtubenya, seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com.
Selain itu, jika memang terjadi sebuah insiden baku tembak antara petugas kepolisian dengan laskar FPI, menurut Refly Harun hal itu tampak tidak seimbang.
“Rasanya kalau pun terjadi sebuah ‘pertarungan’, berarti bisa dikatakan ‘pertarungan’ yang tidak seimbang, antara petugas yang mungkin senjata lengkap, dengan laskar FPI,” kata Refly Harun.
Di sisi lain, Refly Harun juga menyinggung pernyataan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI pimpinan Abdullah Hehamahua yang menyebutkan, bahwa para keluarga enam laskar FPI tersebut berani melakukan sumpah Mubahalah
“Sumpah ini bukan sumpah main-main. Karena, sumpah ini dikatakan, mereka yang bersumpah kalau mereka melakukan kesalahan, azab Tuhan di dunia siap mereka dapatkan,” ujar Refly Harun.
“Mereka (keluarga enam laskar FPI) ingin bermubahalah, bahwa tidak benar kalau anak-anak mereka memiliki memiliki senjata senjata api. Jadi, tidak mungkin melakukan penyerangan dengan senjata api. Itu yang ingin mereka katakan sesungguhnya,” sambungnya.
Untuk diketahui, kata mubahalah sendiri merupakan turunan dari kata al-Bahl yang artinya laknat.
Sumpah mubahalah dilakukan ketika ada dua pihak yang berseteru dalam suatu masalah, dan masing-masing mengaku benar.
Oleh karena tidak ada yang mau mengakui siapa yang salah, maka kedua pihak akan berdoa dengan menyebut nama Allah bahwa mereka siap dilaknat dunia akhirat jika berbohong atau berdusta.
Lebih lanjut, Refly Harun merasa bahwa banyak hal yang kurang masuk akal dalam penanganan kasus enam laskar FPI tersebut.
Meski begitu, dia mengajak masyarakat untuk bersabar hingga nantinya ditemukan kebenaran yang pasti dari kasus tersebut.
“Kalau kita mau terbuka dan jujur, rasanya memang banyak hal yang kurang masuk akal dalam penanganan kasus enam laskar FPI ini. Barangkali kita disuruh bersabar, sampai kemudian suatu saat nanti ada titik terang,” tutur Refly Harun.**