Tak Semua Ibu Hamil Bisa Operasi Caesar, KPK dan BPJS Kesehatan Selidiki Validitas Data dari Rumah Sakit

- 18 Maret 2021, 21:10 WIB
Ilustrasi rumah sakit./Pexel
Ilustrasi rumah sakit./Pexel /

PR DEPOK - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ragu terhadap data yang menyebut 90% ibu yang melahirkan di rumah sakit (RS) melakukan operasi caesar memakai pembiayaan JKN-KIS.

Data ini diperolehnya dari Dirut BPJS Kesehatan, Ali Ghufron.
 
“Apakah data valid 90% ibu-ibu lahir secara caesar?” kata Ketua KPK Firli Bahuri dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara pada Kamis, 18 Maret 2021.

Baca Juga: Cara Cek Lolos atau Tidak Seleksi Kartu Prakerja Bisa dengan 2 Cara Berikut
 
BPJS Kesehatan diminta tidak percaya secara langsung atas data yang diperoleh dari rumah sakit dan disarankan memeriksa langsung ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
 
“Kita tunggu informasi yang benar bagaimana.,” ujarnya.
 
Di sisi lain, Gufron menyebut bahwa tagihan biaya caesar kadang diminta oleh ibu yang melahirkan atau keluarganya kepada pihak rumah sakit.

Angka 90% tersebut dihitung berdasarkan catatan 275 persalinan yang dilakukan di rumah sakit.

Baca Juga: Minta Anies Tak Bicarakan Program 2030-2050, Ferdinand: Itu Formula E Kapan Duitnya Balik? Rumah DP RP0 Jalan?
 
275 persalinan itu diketahui merupakan bagian dari 2.000 total klaim JKN-KIS yang diajukan rumah sakit ke BPJS Kesehatan.
 
"Apakah ini dilatarbelakangi indikasi medis, atau indikasi permintaan pasien, keluarga atau dokter, kita akan kendalikan sebelum KPK masuk," ucapnya.
 

Tindakan tersebut diambil demi memperkuat Tim Kendali Mutu dan Biaya BPJS Kesehatan sehingga celah korupsi fasilitas kesehatan dapat ditutup.

Baca Juga: 79 Remaja Terjaring Razia Prostitusi Online, Polisi Sebut Mereka Gunakan Aplikasi MiChat dan Tanpa Mucikari
 
Sementara itu KPK telah merekomendasikan sejumlah usulan kepada Kemenkes dan BPJS Kesehatan untuk menutupi defisit sebesar Rp12,2 triliun pada tahun 2018.
 
“Korupsi terjadi salah satunya akibat sistem. Saya harap direksi BPJS Kesehatan silakan ditelaah kembali,” tutur Firli.
 
Selain itu KPK juga meminta Kemenkes mempercepat penyusunan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) esensial dari target 80 jenis PNPK pada Juli 2019 baru tercapai 32.

Baca Juga: Kartu Prakerja Gelombang 15 Telah Dibuka! Simak Cara Mendaftar hingga Membeli Pelatihan Kerja Berikut Ini
 
Ketiadaan PNPK akan mengakibatkan unnecessary treatment (pengobatan yang tidak perlu).

Dari kasus klaim katarak tahun 2018 saja tercatat sebesar Rp2 triliun yang diperkirakan unnecessary treatment dan maksimal sebesar Rp200 miliar.
 
“Di tahun 2018 terdapat kasus unnecessary bedah caesar dan fisioterapi," ujar Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.

Halaman:

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah