PR DEPOK - Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Teddy Gusnaidi menanggapi isu radikalisme yang berkembang di dalam negeri.
Ia menyinggung terkait penceramah yang menghina agama lain seperti kabar yang ramai diperbincangkan belakangan ini.
Selain itu, Teddy Gusnaidi juga menyinggung kebijakan kepala daerah kota Serang soal warung makan yang buka di siang hari saat bulan Ramadhan, akan diberikan sanksi dan bisa dipenjara.
Teddy pun mempertanyakan apa mungkin kepala daerah akan berani membuat peraturan daerah (Perda) jika ada ceramah yang menghina agama tertentu dengan memberi hukuman denda dan penjara.
Pernyataan tersebut disampaikan Teddy Gusnaidi melalui akun Twitter pribadinya @TeddyGusnaidi, pada Rabu, 21 April 2021.
"PERDA kota serang buat kebijakan, jika ada warung buka siang hari, maka sanksinya denda & penjara. Apakah mereka berani membuat Perda jika ada ceramah yg menghina agama misalnya, maka sanksinya denda & penjara?" ujar Teddy Gusnaidi.
Teddy menegaskan dirinya yakin tak ada kepala daerah yang berani sampai memberikan denda dan hukuman penjara kepada penghina agama, karena ada unsur kepentingan politik.
"Saya yakin gak akan berani. Kenapa? Karena ada kepentingan politik," kata Teddy Gusnaidi, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Lebih lanjut, Teddy mengatakan bahwa bukan hanya Pemkot Serang yang tidak berani, melainkan seluruh kepada daerah di negeri tak akan berani menerapkan kebijakan tersebut, karena disebutnya peraturan itu tidak menguntungkan secara politik.
"Bahkan bukan hanya Pemkot Serang saja yang tidak berani, saya yakin seluruh Kepala daerah di Indonesia gak akan berani membuat peraturan itu. Karena hitungan politiknya, untuk kepentingan suara baik untuk Pemilu maupun Pilkada, peraturan itu tidak menguntungkan. Miris kan?" kata Teddy Gusnaidi.
Ia pun melanjutkan, para politisi pun yang sedang memupuk popularitas, sampai saat ini belum ada yang berani membuat kebijakan akan memenjarakan penceramah radikal.
"Jangankan Kepala daerah yang sedang memegang kekuasaan. Para politisi yang sedang memupuk elektabilitas maupun popularitas, dengan tujuan untuk maju di Pemilu maupun Pilkada, belum ada yang berani menyatakan akan membuat kebijakan memenjarakan para penceramah radikal..," ujar Teddy Gusnaidi.
Baca Juga: 5 Olahraga Terbaik yang Dapat Mengurangi Stres dan Rasa Cemas
Kemudian, Teddy menyinggung para pembantu presiden terkait kebijakan itu, disebutnya jangan diharapkan lagi, karena ia menilainya 'kebanyakan wacana'.
Bahkan, kata Teddy, untuk menjadi tegas terhadap sesuatu yang sudah ada aturannya pun masih tidak bernyali.
Adapun oleh karenanya, menurutnya akan semakin 'subur' dan makin berani para penceramah yang menyebarkan kerusakan, yang memecah belah negara ini.
"Para pembantu Presiden? sudahlah jangan diharapkan lagi, kebanyakan wacana saja, tapi untuk tegas pada sesuatu yang sudah ada aturannya gak bernyali. Sehingga makin subur dan berani para penceramah yang menyebarkan kerusakan, yang sudah tentu merusak kebhinekaan di negara ini," ujar Teddy Gusnaidi.
Teddy Gusnaidi lalu menyarankan, agar di tahun 2024 nanti, jangan memilih yang pengecut baik untuk Pemilu maupun Pilkada.
"Tapi jgn pesimis, ini pelajaran bagi kita semua. Di 2024 jgn pilih para pengecut, baik untuk Pemilu maupun Pilkada. Misalnya di Pilkada 2024, pilih kepala daerah yg berani membuat surat perjanjian siap dipidana karena penipuan jika membiarkan kelompok radikal hidup di daerahnya," kata Teddy Gusnaidi.***