Penanganan Covid-19 Masih Berantakan, Penerapan New Normal Dinilai Terburu-Buru

- 28 Mei 2020, 12:40 WIB
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Heryawan.* INSTAGRAM @netty_heryawan
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Heryawan.* INSTAGRAM @netty_heryawan /

PIKIRAN RAKYAT - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani mengkritik rencana pemerintah yang akan menjalankan kebijakan new normal saat jumlah kasus COVID-19 masih tinggi.

Menurutnya, kebijakan new normal sangat terburu-buru dan sangat mengkhawatirkan apabila akan diterapkan sekarang.

Dilansir dari situs resmi DPR RI, Kamis, 28 Mei 2020, Netty mengatakan, kebijakan new normal yang disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) perlu dilihat secara menyeluruh dan lebih teliti oleh pemerintah.

Baca Juga: Jawa Tengah Belum Siap Terapkan New Normal, Ganjar Pranowo: Tapi Kami Sudah Mulai Belajar 

Pasalnya, WHO menekankan bahwa kebijakan new normal berlaku untuk negara yang berhasil melawan COVID-19.

“Kebijakan new normal sebagaimana yang disampaikan WHO jangan ditangkap secara separuh-separuh oleh pemerintah karena WHO juga memberikan penekanan bahwa new normal itu hanya berlaku bagi negara yang sudah berhasil melawan COVID-19, seperti Tiongkok, Vietnam, Jerman, Taiwan, dan negara lainnya," ucap istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan tersebut.

"Sementara kita masih jauh dari kata berhasil, kenapa justru mau segera menerapkan new normal?,” tuturnya.

Dia menilai, penanganan COVID-19 yang dilakukan pemerintah sejauh ini masih berantakan baik dari segi pencegahan maupun pengendalian. Dengan adanya new normal, menurut Netty, hanya akan memicu meningkatnya kasus COVID-19.

Baca Juga: Belum Putuskan New Normal, Depok Justru Usul Perpanjangan PSBB Hingga 4 Juni 

"Penanganan yang dilakukan pemerintah selama ini terlihat tidak maksimal dan berantakan, yang membuat rakyat bingung dengan cara pemerintah mengelola pemerintahan, misalnya kemampuan tes Corona kita yang rendah,” ucapnya.

Hingga 27 Mei 2020, uji tes corona di Indonesia baru mencapai 19.518 dari total seluruh penduduk di Indonesia atau secara statistik yaitu 0,72 per 1000 orang.

“Kita juga belum melewati titik puncak pandemi COVID-19, tapi pemerintah mau melakukan new normal. Kan ini tidak masuk akal, yang ada justru akan memicu gelombang kedua COVID-19 alias membuat kasus positif virus corona melonjak," katanya.

Sebagaimana yang diberitakan, hari Selasa kemarin Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau kesiapan sarana transportasi umum di Stasiun MRT Bundaran HI dan pusat niaga Summarecon Mall Bekasi dalam menerapkan new normal.

Baca Juga: Aa Gym Dikabarkan Sebut Kebijakan Pemerintah Menyayat Hati Umat Islam, Simak Faktanya 

Namun Netty menyatakan bahwa hal tersebut belumlah cukup, karena masih banyak sektor lainnya yang perlu dipantau.

"Apa pemerintah bisa memastikan bahwa berbagai tempat publik seperti sekolah, perkantoran, pelabuhan, bandara, tempat ibadah, dan lain-lain sudah bisa menerapkan protokol pencegahan COVID-19 secara ketat? Kalau tidak ada jaminan, jangan buru-buru menerapkan new normal," ucapnya.

Terkait panduan kerja new normal yang dikeluarkan Kemenkes, Netty menyebut bahwa panduan itu hanya mengurangi risiko terpapar tetapi tidak dapat menjamin tidak adanya penularan karena ada orang tanpa gejala (OTG) yang bisa menularkan virus di mana-mana.

Tak hanya itu, Netty juga menekankan agar Kemenkes memastikan adanya perubahan dalam semua pelayanan kesehatan dan bukan hanya untuk kasus COVID-19 saja.

Baca Juga: Menristek Sebut 8 dari 9 Genom Virus Corona di Indonesia Berbeda dengan Mayoritas Negara di Dunia 

"Karena ini sangat penting, mengingat selain COVID-19 juga masih banyak penyakit-penyakit lainnya yang menghantui kita seperti TBC dan DBD," kata Netty.

"Di daerah-daerah terpencil juga masih banyak yang kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal, ini harus menjadi catatan pemerintah," tutur Netty.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: DPR


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x