Cholil Nafis: Jangan Sampai Pencemarah yang Mengkritik Pemerintah Disebut Radikal

- 7 Maret 2022, 17:50 WIB
Ketua MUI Pusat Cholil Nafis.
Ketua MUI Pusat Cholil Nafis. /Antara/Anom Prihantoro/

Pertama, mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro idieologi khilafah transnasional.

Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidak percayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks.

Baca Juga: Vanessa Angel Disebut Hamil di Luar Nikah, Haji Faisal Pasang Badan Bela Gala Sky: Cucu Saya Tidak Berdosa

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).

Kelima, biasanya memiliki pandangan anti budaya ataupun anti kearifaan lokal keagamaan.

Sejalan dengan itu, Nurwakhid juga menegaskan strategi kelompok radikalisme memang bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi ke tengah masyarakat.

Baca Juga: Geram, Warga Palestina Sebut Dukungan Kemanusiaan Israel untuk Ukraina adalah Kemunafikan

Strategi ini dilakukan dengan mempolitisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa.

Proses penanamanya dilakukan secara massif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah radikal tersebut.***

Halaman:

Editor: Ahlaqul Karima Yawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah