Hati-Hati Memberi Kesaksian Palsu, Bisa Dijerat Pidana

- 12 Januari 2023, 15:05 WIB
Ilustrasi produk hukum.
Ilustrasi produk hukum. /Freepik/racool-studio/

PR DEPOK – Saksi merupakan orang yang penting untuk dapat memberikan keterangan guna kepentingan di persidangan, agar Majelis Hakim bisa menjatuhkan hukuman pada orang yang sedang diadili.

Dikatakan saksi, apabila ia melihat dan ia alami atau mengetahui sendiri suatu perkara/peristiwa dan ia diminta untuk hadir dalam persidangan, yang dianggap mengetahui suatu kejadian untuk memberikan keterangan (disebut alat bukti) guna membenarkan bahwa peristiwa itu benar-benar dan sungguh terjadi.

Namun tahukah Anda jika terdapat 8 jenis saksi? Berikut di antaranya:

1. Saksi A Charge (saksi yang keterangannya dapat memberatkan terdakwa di meja hijau)

Baca Juga: Saksi Ahli Kuat Maruf Sebut Hasil Tes Kebohongan Tidak Bisa Jadi Alat Bukti

2. Saksi A de Charge (saksi yang menguntungkan terdakwa dan bisa membantu terdakwa ketika di persidangan)

3. Saksi Ahli (orang yang memberi pendapatnya berdasarkan pendidikan, pelatihan, sertifikasi, keterampilan, juga pengalaman)

4. Saksi Korban (saksi yang sekaligus juga sebagai korban yang mengalami penderitaan fisik, mental/psikis, ekonomi, seksual, dan atau penderitaan sosial)

5. Saksi de Auditu (saksi yang memberikan kesaksiannya tentang suatu hal yang ia dengar dari orang lain/bukan atas pengalamannya sendiri)

6. Saksi Mahkota (seorang tersangka/terdakwa yang dijadikan saksi untuk tersangka/terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu tindak pidana)

Baca Juga: Ringankan Dakwaan terhadap Ferdy Sambo dan Putri, Saksi Ahli Pidana Jelaskan Soal Visum yang Tidak Dilakukan

7. Saksi Pelapor (seorang, sekelompok atau institusi yang menyampaikan pengaduan ke lembaga peradilan), dan

8. Justice Collaborator (sebutan bagi pelaku tindak kejahatan yang bekerja sama untuk memberi keterangan pada penegak hukum saat di persidangan).

Dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari PMJ NEWS, bahwa hari ini, Kamis, 12 Januari 2023, akan digelar sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J.), yang menghadirkan saksi ahli dan saksi mahkota, yakni terdakwa Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, dan 3 ahli (ahli hukum pidana, ITE, Laboratorium Forensik), yang akan dihadirkan dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN JakSel).

Baca Juga: Saksi Ahli Forensik Sebut Jenazah Brigadir J Berlumuran Darah hingga Ada Dua Luka Tembakan Mematikan

Lalu, apakah ada sanksi yang bisa dijerat bagi saksi yang memberikan keterangan palsu di persidangan? Berikut ulasannya.

Menurut Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Sumpah Palsu disebutkan bahwa barangsiapa dalam hal-hal yang menurut undang-undang menyampaikan suatu keterangan dengan sumpah, atau jika keterangan yang diberikan berakibat hukum dengan sengaja memberikan keterangan palsu, baik lisan maupun tulisan, secara pribadi ataupun oleh kuasanya, dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

Juga apabila saksi memberi keterangan palsu di atas sumpah menurut cara agamanya masing-masing dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa/tersangka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Jadi, apabila saksi yang dihadirkan di pengadilan memberikan keterangan/kesaksian palsu, maka dapat dijerat/dikenakan ancaman pidana sebagai tindak pidana keterangan palsu, sebagaimana yang sudah diatur dalam Pasal 242 KUHP lama sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak diundangkan.

Baca Juga: 12 Orang Saksi Dihadirkan dalam Sidang Kuat Ma'ruf dan Bripka RR

Dalam isi Pasal 291 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 disebutkan, bahwa apabila saksi memberikan keterangan di atas sumpah dan menimbulkan akibat hukum karena memberikan keterangan palsu dapat dipidana penjara paling lama 7 tahun, dan jika perbuatannya itu merugikan tersangka/terdakwa/pihak lawan, maka pidananya ditambah 1/3.

Memberi keterangan palsu di persidangan dengan sengaja pun dikenal dalam tindak pidana korupsi dan bisa dijerat dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Dalam Pasal 174 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan apabila saksi memberikan kesaksian/keterangan palsu dan Hakim Ketua telah memperingatkan saksi terlebih dahulu saat di persidangan untuk sungguh-sungguh memberikan keterangan dengan sebenarnya, apabila kesaksiannya itu palsu, maka akan ada ancaman pidana yang dapat dijerat kepadanya.***

Editor: Rahmi Nurfajriani


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah