Keputusan KPK untuk menuntut Alfiandi dan Cahyanto mendapat kritik dari angkatan bersenjata yang bersikeras bahwa KPK telah melampaui yurisdiksinya dengan menuntut perwira militer aktif secara pidana.
Pada hari Jumat lalu, KPK setuju untuk menyerahkan kasus-kasus melawan Alfiandi dan Cahyanto kepada polisi militer sementara badan antikorupsi akan fokus pada tiga kontraktor sipil yang dicurigai memberi uang suap kepada keduanya.
Baca Juga: BLT PIP Kemdikbud Agustus 2023, Ini 6 Kategori Siswa yang Terancam Hangus Pencairan Dananya
KPK juga meminta maaf kepada militer karena menuduh dua perwira itu melakukan korupsi.
"Kami mengerti bahwa penyelidik kami mungkin telah salah dan lupa bahwa setiap kali melibatkan seorang perwira militer, kasusnya harus diserahkan kepada militer. Kita seharusnya bukan yang menanganinya, bukan KPK," kata wakil ketua lembaga antikorupsi, Johanis Tanak, kepada para wartawan dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Channel News Asia, pada hari Jumat lalu.
Langkah KPK tersebut segera mendapat kritik dari aktivis dan ahli.
"KPK telah menghancurkan kredibilitasnya sendiri dengan meminta maaf. Langkah itu tidak perlu dan tidak tepat. Mereka memiliki hak dan seharusnya mengejar kasus ini untuk diadili di pengadilan anti-korupsi (sipil)," kata Bapak Al Araf, ketua kelompok penelitian keamanan dan hak asasi manusia Centra Initiative, kepada CNA.
Baca Juga: 7 Mie Ayam Terfavorit dan Terkenal Enak di Pamekasan, Simak Rekomendasinya
Sementara itu, langkah tersebut juga telah menciptakan perpecahan di dalam KPK dengan para penyelidik dan staf mengkritik keputusan atasan mereka untuk menyerahkan Alfiandi dan Cahyanto. Media lokal melaporkan bahwa langkah itu bahkan telah menyebabkan salah satu penyidik senior KPK mengajukan pengunduran diri.
Beberapa LSM menyerukan penghentian praktik penunjukan perwira militer aktif ke posisi non-militer.