RUU Ciptaker Menuju Sidang Paripurna, Pengamat: DPR dan Pemerintah Tak Ada Asas Perlakuan yang Adil

- 5 Oktober 2020, 13:00 WIB
Sejumlah massa aksi menolak RUU Ciptaker atau Omnibus Law.*
Sejumlah massa aksi menolak RUU Ciptaker atau Omnibus Law.* /Pikiran Rakyat./

PR DEPOK - Setelah diumumkan bahwa Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) atau Omnibus Law sepakat dibawa menuju Sidang Paripurna, banyak masyarakat yang tidak setuju dan kecewa.

Penolakan tersebut lantaran banyak pihak menilai RUU Ciptaker akan merugikan masyarakat dan hanya akan menguntungkan para investor.

Meski mendapatkan banyak penolakan, pembahasan RUU Ciptaker tetap dilanjutkan hingga disepakati dibawa ke Sidang Paripurna. Kesepakatan itu terjadi dalam rapat tingkat I yang diadakan, Sabtu 3 Oktober 2020 malam.

Baca Juga: Kendati Dinyatakan Sembuh, Ilmuwan Ungkap Adanya Potensi Kerusakan Jantung pada Pasien Covid-19

Waktu pelaksanaan rapat yang dilaksanakan malam hari tersebut membuat banyak warganet berspekulasi.

Tak sedikit pula yang mengkritik seolah pemerintah dan DPR sengaja mengadakan rapat saat masyarakat sedang lengah.

Hal tersebut juga dinilai serupa oleh pakar politik dari Universitas Indonesia (UI), Dr Ade Reza Hariyadi, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari RRI, pada Senin 5 Oktober 2020.

Ade Reza mengungkapkan bahwa pemerintah dan DPR akan lebih adil jika menahan diri untuk tidak tergesa-gesa melakukan pembahasan terkait RUU Ciptaker tersebut.

Baca Juga: Moeldoko Tuding Banyak RS Ganti Status Pasien Jadi Positif Covid-19, PERSI: Mana Buktinya?

"Semestinya, jika masyarakat selama ini dilarang untuk menyampaikan aksi protes dengan alasan-alasan Covid-19, akan lebih adil jika ada asas perlakuan yang sama. Misalkan saat opini-opini yang mengkritisi itu juga diakomodir dengan baik, DPR maupun pemerintah menahan diri untuk tidak tergesa-gesa melakukan pembahasan," kata Ade Reza.

Ade menjelaskan, saat ini masyarakat kehilangan hak-hak politik untuk berpartisipasi dalam kerangka penyusunan satu perundang-undangan.

Maka dia menilai bahwa perlakuan yang dilakukan pemerintah dan DPR terkait kesepakatan RUU Cipta Kerja itu tidak adil.

"Sekali lagi kenapa tidak ada asas perlakuan yang adil. Seharusnya kalau yang ini dilarang dengan alasan protokol kesehatan, yang di sini diminta untuk memberikan respon yang adil juga. Misalkan menahan diri agar tidak tergesa-gesa. Sehingga asas representasi aspirasi publik ini bisa terwakili secara efektif," ucapnya.

Baca Juga: La Nina Akan Terjang Indonesia, BMKG Imbau Masyarakat Daerah Rawan Bencana Persiapkan Diri

Pemerintah dan DPR dinilai begitu tergesa-gesa mengambil keputusan saat kondisi masyarakat serba terbatas karena pandemi Covid-19.

Hingga kini banyak masyarakat bahkan buruh yang marah dan akan melakukan aksi protes.

Tak sedikit aktivis atau mahasiswa yang menyatakan ketidaksetujuannya terkait disahkannya RUU Omnibus Law yang dinilai sangat merugikan tersebut.

Bahkan, dikabarkan para buruh atau pekerja akan melakukan mogok kerja dan aksi protes menolak disahkannya RUU Omnibus Law selama tiga hari ke depan.

Baca Juga: Pakar Soroti Cara Vietnam Kendalikan Pandemi, Anggap Covid-19 sebagai Penjajah yang Harus Dilawan

Para mahasiswa juga menyatakan protesnya di media sosial dengan menggunakan tagar #MosiTidakPercaya demi menggagalkan RUU Omnibus Law.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x