Indonesia Resmi Hadapi Resesi Ekonomi, DPR: Harus Ada Langkah-langkah Konkret dari Pemerintah

- 6 November 2020, 09:19 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun.
Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun. /Antara./

PR DEPOK - Badan Pusat Statistik atau BPS baru saja mengumumkan bahwa Indonesia telah memasuki masa resesi usai pertumbuhan ekonomi minus 3,49 di triwulan III-2020. 

Terkait itu, pemerintah diminta untuk melakukan langkah-langkah konkret dalam mengatasi resesi ekonomi dalam masa pandemi Covid-19.

Permintaan tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRI), Mukhamad Misbakhun, Kamis.

Baca Juga: Ratusan Warganya Terpapar Covid-19, Pemkab Bantul Tetapkan Karantina Mandiri Terhadap Ponpes Krapyak

“Saat ini, yang paling utama ialah melakukan berbagai upaya perbaikan konkret dan fundamental,” ujar Misbakhun, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Menurutnya, berbagai risiko akibat resesi harus benar-benar diantisipasi sehingga tekanan pada sektor ekonomi tidak menyebar ke sektor lainnya.

“Yang penting tawaran solusinya. Harus ada upaya konkret untuk melakukan sejumlah perbaikan di semua sektor ekonomi,” ucapnya.

Ia berpendapat bahwa indikator negatif yang menjadi penyebab resesi harus dimitigasi sehingga durasi resesi ekonomi yang kita alami tidak panjang dan cepat berlalu.

Baca Juga: Habib Rizieq Siap Kembali ke Indonesia, Polda Metro Jaya Periksa Ulang Status Hukumnya

Menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar tersebut, pengumuman dari BPS itu bukanlah sesuatu mengejutkan karena hal yang lebih utama saat ini yaitu mencari solusi atas masalah ekonomi efek pandemi Covid-19.

“Pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh BPS pada periode Q3 2020 pada posisi 3,49 secara year on year. Dan pada posisi resesi sudah kita prediksi sejak awal. Saat ini, bukan saatnya untuk berdebat pada definisi resesi lagi,” katanya.

Misbakhun menyebutkan bahwa tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi saat ini muncul karena adanya pandemi Covid-19.

Pasalnya, banyak negara melakukan pembatasan sosial bahkan penguncian diri (lockdown) yang membuat seluruh dunia mengalami situasi dan keadaan serupa.

Baca Juga: 9 Karyawan Terkonfirmasi Positif Covid-19, Satgas Majalengka: Kemungkinan Akan Terjadi Klaster Baru

“Situasi pandemi inilah yang membuat ekonomi berjalan dalam situasi ketidakpastian yang berkelanjutan dan memberikan tekanan pada pertumbuhan ekonomi sampai pada level resesi,” kata dia.

Ia mengungkapkan bahwa Pemerintah telah berupaya dengan mengambil kebijakan peningkatan jumlah belanja bantuan sosial, bantuan modal pada UMKM, dan anggaran kesehatan yang besar untuk program penanganan Covid-19.

Akan tetapi, di sisi lain Misbakhun juga mengingatkan soal pentingnya perbaikan pada sisi permintaan (demand side).

“Harus ada perbaikan dari segi konsumsi rumah tangga,” ucap Misbakhun.

Baca Juga: Bantah Tudingan Habib Rizieq Pulang ke RI karena Dideportasi, FPI Sebut Mahfud MD Sebar Berita Hoaks

Ia mengatakan lebih dari 56 persen pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia didorong oleh konsumsi rumah tangga kelas menengah yang saat ini mengalami penurunan yang cukup signifikan.

“Adanya penurunan tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi terkontraksi sangat dalam,” katanya.

Ia menilai sampai saat ini kebijakan stimulus yang ada dan dilakukan oleh Pemerintah masih belum ada yang menyentuh sisi perbaikan konsumsi kelas menengah yang diharapkan.

“Padahal, mereka ini (kelas menengah) membutuhkan stimulus tersebut karena daya tahan mereka dalam melakukan konsumsi terbatas. Tanpa adanya bantuan, mereka akan cenderung membatasi konsumsi,” ujarnya.

Baca Juga: Juru Tulis Salah Ketik Angka Nol, Suara Joe Biden di Michigan Melonjak Jadi 153.710

Selain itu, Misbakhun juga menyinggung soal anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Misbakhun mengharapkan dana PEN dalam APBN 2021 lebih besar sehingga cakupan dan sektor-sektor yang harus diberi stimulus ekonomi juga lebih banyak.

“Seharusnya dukungan pada sektor korporasi tidak hanya untuk BUMN, tetapi juga ke sektor-sektor swasta lain yang menjalankan kegiatan bisnis dan menguasai pasar,” ucap Wakil Rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur tersebut.

Ia meminta pemerintah agar lebih serius dalam program penempatan dana di perbankan untuk membantu program restrukturisasi kredit sektor perbankan.

Baca Juga: Keunggulan Suara Mulai Menurun, Donald Trump dan Pendukungnya Sebarkan Kebohongan Pemilu di Medsos

“Perbankan mengalami kesulitan likuiditas akibat program restrukturisasi yang saat ini dijalankan guna menyelamatkan aktivitas sektor riil yang terhantam karena Covid-19,” katanya.

Menurutnya, penempatan dana pemerintah pada perbankan anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) melalui mekanisme treasury dealing room (TDR) kurang efektif dan jumlahnya terbatas.

Ia berpendapat, jika pemerintah hendak membangun rasa percaya diri sektor keuangan, harus ada program penempatan dana ke sektor perbankan dalam jumlah yang signifikan.

“Jumlahnya sekira 25 sampai 30 persen dari total portofolio kredit perbankan dan diinjeksikan kepada seluruh perbankan tanpa membedakan mereka anggota Himbara atau Perbanas,” ujarnya.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah