Fraksi Demokrat DPRD Jawa Barat Minta Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 soal JHT Dicabut: Keterlaluan

- 26 Februari 2022, 18:04 WIB
Ilustrasi Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan.
Ilustrasi Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. /Dok. ANTARA./

PR DEPOK – Fraksi Demokrat DPRD Jawa Barat meminta pemerintah untuk mencabut Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022, yang mengatut klaim Jaminan Hari Tua (JHT) hanya bisa dicairkan saat pekerja berusia 56 tahun.

Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya mengatakan, aturan yang mengatur pembayaran klaim JHT ini teah mencabik-cabik keadilan kaum pekerja.

Menurut Asep Wahyuwijaya, pemerintah sangat keterlaluan karena menahan uang pekerja yang dititipkan kepada negara.

Sebab, di saat pekerja terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK sebelum mencapai 56 tahun, negara malah menahan uang tersebut dengan alasan usia belum mencukupi.

Baca Juga: Ini Syarat dan Cara Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan Sebelum Usia 56 Tahun Melalui Kantor Cabang

"Keterlaluan kan?," kata Asep Wahyuwijaya kepada Pikiranrakyat-Depok.com, usai menjadi pembicara dalam diskusi ‘Menakar Urgensi Penerbitan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang diadakan oleh Indonesian Politics and Research Consulting (IPCR) di Bandung.

Secara empirik data yang diperoleh dari BP Jamsostek, menurut dia, klaim JHT karena alasan resign atau berhenti bekerja dalam lima tahun terakhir, selalu berada di atas 70 persen lebih.

Pada 2019, sebelum pandemi Covid-19, menurut Asep yang merujuk dari BP Jamsostek, para pekerja yang mengklaim JHT karena alasan berhenti bekerja mencapai 77,65 persen.

“Artinya, para pekerja yang berhenti bekerja sebelum usia 56 tahun terus berniat banting stir menjadi wiraswasta dengan mengandalkan tabungan dari JHT-nya itu cukup besar,” terang anggota legislatif yang tengah mengambil gelar doktoral ini.

Baca Juga: Cara Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan bagi Pekerja Masih Bekerja via Online dan Offline

Menurut politisi Partai Demokrat ini, Menaker Ida Fauziyah, terlalu gegabah ketika merilis regulasi yang disebutnya tak populer.

Padahal, lanjutnya, berdasarkan riset dari Inter-American Development Bank, beberapa negara malah memudahkan pencairan JHT bagi pekerja yang terdampak pandemi Covid-19.

“Kesimpulan saya terhadap Permenaker Nomor 2 tahun 2022 ini sederhana saja, cabut dan tunda, bukan hanya direvisi," tegas Asep.

Politisi asal Kabupaten Bogor ini menyebut, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 itu sangat mengganggu perasaan dan akal sehat para pekerja yang akan menggunkan dana tersebut sebagai modal, atau keperluan lain.

Baca Juga: Lakukan Audiensi dengan KASBI, Aturan JHT Siap Direvisi Menaker Ida Fauziyah

Asep juga menyebut, permenaker tersebut cacat formil karena merupakan turunan dari UU Ciptaker yang berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi inkonstitusional.

Di sisi lain, secara substansi piranti Sistem Jaminan Sosial Nasional, sebagaimana amanat dalam UU Nomor 40 tahun 2004, para pekerja selain mendapatkan JHT juga harus mendapatkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pensiun (JP).

“Jaminan-jaminan ini kan belum sepenuhnya dinikmati oleh para pekerja. Apalagi syarat untuk mendapatkan JKP yang dilansir oleh UU Ciptaker itu sendiri harus dipenuhi dulu semua jaminan itu,” katanya.

Baca Juga: Cara Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan 100 Persen sebelum Usia Pekerja 56 Tahun, Simak Informasi Berikut Ini

Namun, berdasarkan data dari Jamsostek pada Desember 2021, pemilik JKP baru 11 juta kurang pekerja dari total 21 juta lebih pekerja formal yang tercatat penerima upah.

“Infonya juga JKP yang mestinya disediakan negara itu sumber anggarannya berasal dari hasil ‘ngutil’ dari iuran program jaminam sosial lainnya juga. UU ‘Cilaka’ ini memang benar-benar membawa petaka," pungkasnya.***

 

 

Editor: Ramadhan Dwi Waluya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah