Tolak RUU Cipta Kerja, Wakil Ketua MPR: RUU Itu Sudah Ditolak Semua Buruh dan Elemen Masyarakat

28 Juli 2020, 20:19 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan. /Antara/

PR DEPOK – Wakil Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) RI Syariefuddin Hasan kembali menyampaikan penolakannya terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja seiring dengan aspirasi rakyat yang juga menolak regulasi tersebut.

Dirinya mengatakan, seharusnya pemerintah menyerap aspirasi masyarakat terlebih dahulu. Sebab, kata dia, RUU tersebut telah ditolak oleh semua buruh dan elemen masyarakat lainnya.

Ia pun menyoroti muatan dalam RUU Cipta Kerja yang tidak pro terhadap rakyat, misalnya hilangnya ketentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK), sebab Pasal 88C ayat (2) hanya mengatur upah minimum provinsi (UMP).

Baca Juga: Praktisi Hukum Sebut Harusnya Darah Yodi Prabowo Cukup Banyak, Polisi: Untuk Apa Berbohong? 

"UMP di hampir semua provinsi lebih kecil dibandingkan UMK-nya, kecuali di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Akibatnya, upah buruh menjadi semakin kecil dan tidak layak. RUU ini menunjukkan ketidakberpihakannya terhadap buruh, karyawan, dan rakyat kecil," kata Syarief.

RUU Cipta Kerja, kata dia, juga membuat aturan pesangon yang kualitasnya menurun dan tanpa kepastian sehingga nilai pesangon bagi pekerja yang terkena PHK menurun karena pemerintah menganggap aturan yang lama tidak implementatif.

"RUU ini akan semakin mempermudah perusahaan untuk melakukan PHK karena uang pesangonnya lebih kecil. Aturan baru ini malah lebih tidak implementatif dan tidak pro-rakyat," kata Syarief dilansir Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Baca Juga: Jalin Kerjasama dengan Donald Trump, RI Terima 100 Ventilator dan Hibah Rp187 M dari AS 

Ia juga menyayangkan dihilangkannya sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan sebab "omnibus law" menggunakan basis hukum administratif sehingga para pengusaha yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda.

Selain itu, kata dia, RUU Cipta Kerja juga akan membuat karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap, PHK akan semakin dipermudah, serta hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

Syarief Hasan yang juga anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat memandang bahwa setiap kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan harus mendengarkan aspirasi rakyat dan melibatkan rakyat.

"Suara rakyat harus didengarkan karena bukankah pemerintah bekerja untuk rakyat?," katanya.

Baca Juga: Parpol Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada 2020, Peneliti: Cari yang Punya Rekan Jejak Bersih 

Banyaknya penolakan dan demo yang dilakukan masyarakat, lanjut dia, menunjukkan bahwa RUU Cipta Kerja tidak pro-rakyat.

Pemerintah bersama DPR RI, kata dia, harus lebih berfokus pada program penanggulangan pandemi COVID-19, mengingat angka positif COVID-19 semakin meningkat dari hari ke hari sehingga tertinggi di kawasan ASEAN dan belum adanya tanda-tanda penurunan.

Dalam situasi genting saat ini, kata dia, menuntut pemerintah fokus dan prioritas untuk menanggulangi COVID-19 dibandingkan membahas RUU Cipta Kerja.

"Pemerintah itu seharusnya hadir untuk selalu menyerap aspirasi dan pelayanan terbaik bagi rakyat, bukan semakin mempersulit rakyat di tengah pandemi COVID-19," katanya.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler