TB Hasanuddin: Tak Ada Pasal Karet dalam UU ITE, Masalahnya Ada di Pemahaman Penegak Hukum

HM
- 17 Februari 2021, 12:30 WIB
Anggota Komisi I DPR RI T.B. Hasanuddin.
Anggota Komisi I DPR RI T.B. Hasanuddin. /DPR RI

PR DEPOK - Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin membantah pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut adanya pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Seperti diketahui sebelumnya, Jokowi menyampaikan permintaannya untuk melakukan revisi terhadap UU ITE kepada DPR RI jika dalam penerapannya tidak memberikan keadilan bagi masyarakat.

“Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi UU ITE ini," ujar Jokowi sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari siaran langsung YouTube Sekretariat Presiden.

Baca Juga: Kasus Penembakan 6 Laskar FPI Masih Jadi Perhatian Publik, Kapolri Perintahkan Jajaran Tuntaskan Penanganan

Jokowi menekankan agar penerapan UU ITE tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan.

Jika tidak, ia menyatakan akan meminta parlemen untuk menghapus pasal-pasal karet yang bisa menjadi hulu dari persoalan hukum dalam UU tersebut.

"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujarnya menambahkan.

Baca Juga: Saleh Partaonan Daulay: Revisi UU ITE Harus Diarahkan pada Pengelolaan Teknologi Informasi, Bukan Pemidanaan

Tak setuju dengan pernyataan Jokowi, TB Hasanuddin menegaskan bahwa tidak ada pasal karet sebagaimana dimaksud presiden dalam UU ITE.

Dia menyadari memang terdapat dua pasal krusial yang sempat menjadi perdebatan dan kini menimbulkan sejumlah persoalan. Pasal tersebut yakni pasal 27 ayat (3), dan pasal 28 ayat (2).

TB Hasanuddin menjelaskan, pasal 27 ayat (3) adalah pasal tentang penghinaan dan pencemaran nama baik.

Baca Juga: TB Hasanuddin Bantah Ada Pasal Karet dalam UU ITE, Adhie M Massardi: Saya Lebih Percaya Beliau

Ia mengaku pasal tersebut memang sempat menuai perdebatan.

Namun menurutnya pasal 27 tersebut sudah mengacu dan sesuai dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Pasal 27 Ayat (3) ini acuannya KUHP Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik dan menista orang lain, baik secara lisan maupun tulisan," ujar TB Hasanuddin sebagaimana dikutip dari Antara.

Baca Juga: Tidak Sulit! 8 Cara Turunkan Berat Badan untuk Penderita Diabetes

Kemudian untuk pasal 28 ayat (2) adalah pasal tentang menyiarkan kebencian pada orang atau kelompok orang berdasarkan pada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Agar tidak salah dalam penerapan kedua pasal tersebut, ia meminta penegak hukum untuk memahaminya secara sungguh-sungguh. Terlebih untuk pasal 27 yang sifatnya delik aduan.

"Pasal 27 itu sifatnya delik aduan, mereka yang merasa dirugikan dapat melapor dan pelapornya harus yang bersangkutan bukan orang lain," ujarnya.

Baca Juga: Seorang Kakek Diringkus Polisi karena Menipu, Mengaku sebagai Mantan Ajudan Presiden Soekarno

Dalam menerapkan pasal 27 ayat (3) harus dibedakan antara kritik terhadap siapapun dengan ujaran kebencian dan penghinaan.

Sama halnya dengan penerapan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE, menurut TB Hasanuddin penerapannya harus hati-hati dan selektif karena sangat penting untuk menjaga keutuhan NKRI yang berkarakter Bhinneka Tunggal Ika.

"Multitafsir atau penafsiran berbeda dapat diminimalisasi dengan membuat pedoman tentang penafsiran hukum kedua pasal ini secara komprehensif. Kedua pasal ini pernah dua kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk judicial review dan hasilnya tidak ada masalah," ucapnya.

Baca Juga: Dianggap Melanggar Hukum Internasional, Israel Blokir Pengiriman Vaksin Sputnik V Rusia ke Gaza Palestina

Jadi menurut TB Hasanuddin masalahnya bukan di pasal-pasal tersebut, melainkan bagaimana para penegak hukum memahami dan menggunakan hati nurani dalam penerapan pasal-pasal UU ITE yang dianggap kontroversial tersebut.

Oleh karena itu, menurutnya penegak hukum harus memahami betul pasal-pasal tersebut secara sungguh-sungguh.

"Kalau dicampur adukan antara kritik dan ujaran kebencian, saya rasa hukum di negara ini sudah tidak sehat lagi," ucapnya.

Baca Juga: Pengungsi Korban Banjir di Subang dan Karawang Terima Bantuan Berupa Ribuan Kotak Oranye

Jika UU ITE memang dirasa perlu direvisi, Hasanuddin mengajak masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial karena kritik membangun adalah sah dimata hukum dan telah dilindungi UU.

"Namun, jangan mencampuradukkan kritik dengan ujaran kebencian, apalagi penghinaan yang berujung laporan kepada polisi," kata TB Hasanuddin.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Sekretariat Presiden


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah