Dari segi hukum presiden tak bisa dipersoalkan karena konstitusi memberi pengecualian, menurut Refly mustahil langkah DPR untuk mempersoalkan presiden, pasalnya jika dipersoalkan karena politik (termasuk pelanggaran prokes) di atas kertas suara Jokowi di DPR sangat mendominasi.
“Sepanjang Jokowi masih mengontrol mayoritas suara di DPR maka apapun yang dilakukannya termasuk pelanggaran prokes sekalipun pasti akan dibela oleh partai-partai pengusungnya,” kata Refly.
Maka kata Refly, dalam momentum ini pentingnya Jokowi menunjukan komitmennya untuk menjunjung tinggi aturan prokes terlebih pada warga negara lain justru mempunyai konsekuensi ditangkap dan ditahan.
“Ada yang mengatakan ini bukan salah Jokowi karena kerumunan itu spontan, ini alasan yang tidak justified. Kunjungan presiden itu adalah kunjungan yang terjadwal termasuk jam berapa presiden akan melewati suatu tempat itu juga sudah terjadwal, sudah ada clearance dari pihak keamanan,” ucapnya.
Namun persoalannya menurut Refly adalah tidak adanya perintah dari Jokowi untuk mengamankan area yang akan dilaluinya agar terhindar dari kerumunan.
“Bahkan ketika ada kerumunan Presiden Jokowi ‘memprovokasi’ massa dengan melemparkan sesuatu dari dalam mobil. Akibatnya massa makin berkerumun. Sama halnya dengan saat melemparkan sembako yang sempat viral yang juga mengakibatkan kerumunan,” tuturnya.
Refly menjelaskan, setidaknya sudah ada tiga sampai empat kali Jokowi melanggar prokes dan sama sekali tidak ada proses kritik formal secara institusional oleh DPR untuk mengingatkan kepada Jokowi bahwa seorang presiden pun dilarang melanggar hukum.***