PR DEPOK – Belakangan ini marak jual beli selfie KTP atau kartu tanda penduduk secara ilegal di platform media sosial, bila merespons SMS lewat ponsel.
Maka dari itu masyarakat harus mewaspadai aksi jual beli selfie KTP, terlebih usai mendapat SMS dan diarahkan untuk mengikuti perintah via WhatsApp (WA).
Sebelum terlanjur tertipu jual bel selfie KTP ilegal, sebaiknya abaikan saja SMS atau WA, atau langsung hapus pesan tersebut.
Pasalnya, aksi jual beli selfie KTP kerap dijadikan pinjaman online (pinjol) ilegal yang tidak diketahui korbannya.
Baca Juga: Obat Kumur Dapat Membunuh Virus Covid-19, Benarkah?
Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara, dalam KTP terdapat sembilan dari 27 data pribadi yang disebutkan di dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yaitu nomor induk kependudukan (NIK), nama lengkap, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, golongan darah, alamat, agama, status perkawinan, dan jenis pekerjaan.
Data-data pada KTP ini bisa menjadi sasaran pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan aksi kejahatan, salah satunya jual beli selfie KTP ilegal untuk pinjol.
Penerima pesan yang terdesak dengan kebutuhan, kemungkinan langsung merespons dengan mengikuti perintah yang terdapat dalam SMS.
Kemudian mereka mulai terjerat pinjol ilegal yang merupakan metamorfosis lintah darat yang menjebak korbannya dengan memanfaatkan foto selfie KTP.
Alhasil, korban menerima transfer uang dengan jumlah tertentu, padahal pemilik rekening tidak merasa pinjam.
Selang beberapa waktu kemudian, sejumlah penagih utang (debt collector) mendatangi rumahnya dengan menyodorkan tagihan utang dengan bunga tinggi. Kasus ini pun sempat viral di medsos.
Menanggapi hal tersebut, Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC di bawah pimpinan Doktor Pratama Persadha lantas melakukan tracing (menelusuri) asal mula jual beli foto selfie KTP di platform medsos.
Baca Juga: Jokowi Buka Suara Soal Kritikan Mahasiswa: Kritik Boleh, Tapi Ingat Kita Punya Budaya Sopan Santun
Terungkap jual beli data tersebut bermula dari vendor yang membantu verifikasi dari berbagai aplikasi.
Bahkan, tidak hanya aplikasi populer semacam dompet digital, tetapi aplikasi seperti PLN mobile juga membutuhkan foto KTP selfie untuk verifikasi.
Untuk membantu verifikasi ini, ternyata diperbantukan pihak ketiga sebagai vendor.
Selain itu, ada yang berasal dari kebocoran pinjol ilegal juga, dan jumlahnya relatif cukup banyak.
Baca Juga: Mappa Stage 2021 Bocorkan Beberapa Anime Terbaru yang Akan Rilis, Salah Satunya Chainsaw Man
Kondisi ini terjadi, menurut Pratama Persadha, karena mereka tidak concern terhadap security sehingga para pelaku kejahatan siber mudah sekali meretasnya.
Sebenarnya, ada dua hal yang dilakukan pelaku, yakni pertama pinjol transfer ke rekening pemilik KTP asli dengan harapan nantinya bisa menagih dengan bunga tinggi.
Kedua, pelaku yang memiliki foto selfie KTP ini bisa saja membuat rekening palsu, kemudian melakukan apply ke pinjol dan transfer ke rekening yang mereka buat. Kedua hal ini sama-sama sangat merugikan masyarakat.
Banyak kerugian yang bisa ditimbulkan oleh masyarakat di Tanah Air karena dada banyak data.
Jika data tersebut diolah oleh orang yang tahu cara memanfaatkannya, akan menimbulkan banyak kerugian.
Kerugiannya tersebut tidak bisa dinilai dengan begitu mudah karena bisa jadi angka kerugiannya jauh lebih besar daripada yang diberitakan atau dilaporkan oleh masyarakat melalui medsos.
Jual beli data pribadi yang ditawarkan di media sosial rata-rata dihargai mulai dari Rp15.000 sampai Rp25.000 atau tergantung pada kelengkapan identitas yang ada dan baru atau lamanya data tersebut.
Makin lengkap dan fresh data pribadi itu maka akan makin mahal pula harganya.
Biasanya harga tersebut sudah menjadi satu paket dengan foto KTP, paspor, foto selfie, bahkan nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu keluarga (KK).
Atas kasus tersebut, masyarakat perlu makin berhati-hati dalam menjaga data pribadi, salah satunya dengan tidak memberikan dan menyebarkan data kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
Baca Juga: Covid-19 Makin Menggila, Teddy Gusnaidi: Sayangnya, Pola Penanganan Virus Sebelumnya Masih Digunakan
Selain itu, masyarakat juga harus menjaga keamanan gawai dan perangkat elektronik lainnya guna menjaga data pribadi.***