Penyelesaian Masalah TWK KPK Belum Jelas, AJI Desak 3 Hal ke Presiden Jokowi

- 6 September 2021, 10:10 WIB
Gedung KPK.
Gedung KPK. /ANTARA/Dhemas Reviyanto

PR DEPOK – Polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belum menemukan titik terang turut mendapat perhatian dari Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.

AJI Indonesia mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menyelesaikan polemik TWK 57 pegawai KPK.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara, Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim menyampaikan bahwa ada 3 desakan yang dilayangkan agar Presiden Jokowi dapat menyelesaikan polemik TWK KPK.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Ketahui Kepribadian Menarik yang Anda Miliki dari Warna Rambut

Pertama, AJI mendesak Presiden Jokowi harus berpegang teguh pada komitmen awal dan membuktikannya dengan sikap konkret menengahi polemik TWK pegawai KPK.

Kedua, Presiden Jokowi mengikuti rekomendasi Komnas HAM berupa tindakan korektif untuk mengangkat seluruh pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK.

Ketiga, Presiden Jokowi memerintahkan KPK untuk mengikuti rekomendasi Komnas HAM dan melaksanakan tindakan korektif yang diminta Ombudsman.

Baca Juga: Sebut Jokowi Banyak Janji tapi Hanya Omdo, Refrizal: Lengser Semakin Cepat Lebih Baik

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pihaknya menginginkan sikap pasti dalam menyelesaikan polemik TWK KPK.

"Kami tak ingin ada sikap plin-plan, membuat publik kian tak percaya dengan janji pejabat negara," kata Sasmito.

Sebelumnya, perwakilan 57 pegawai KPK berkunjung ke Kantor AJI Indonesia dalam agenda mendiskusikan temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM RI terkait dugaan pelanggaran dan siasat penyingkiran pegawai KPK melalui pelaksanaan TWK.

Baca Juga: Kaldron Api Paralimpiade Tokyo 2020 Ditutup Tanda Selesai, Presiden IPC: Sampai Jumpa di Paris 3 Tahun Lagi

Ombudsman menemukan ada cacat administrasi berlapis, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan dalam proses pembentukan kebijakan, pelaksanaan TWK, serta penetapan hasil.

Temuan dan pendapat Ombudsman RI merupakan pendapat hukum yang teruji, karena itu harus dipatuhi oleh lembaga pelayanan publik terlapor, yaitu KPK.

Sementara itu, Komnas HAM mendapati proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui asesmen TWK diduga kuat merupakan bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu.

Indikasi tersebut mengarah pada adanya profiling lapangan terhadap sejumlah pegawai KPK.

Baca Juga: Ada Glenca Chisara dan Fandy Christian, FTV Siang 'Ketika Sinden Cantik Naksir Satpol PP' Tayang di SCTV

Komnas HAM juga membeberkan temuan 11 bentuk dugaan pelanggaran HAM di antaranya pelanggaran terhadap hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak bebas dari diskriminasi ras dan etnis, hak atas rasa aman, hak atas privasi, hak atas informasi publik dan, hak atas kebebasan berpendapat.

Maka dari itu, seharusnya tak ada lagi alasan bagi KPK untuk tidak mengangkat 75 (yang kemudian 50-an di antaranya dicap merah) pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara.

Menurut Sasmito, Presiden Jokowi pernah menyatakan hasil TWK terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi langkah-langkah perbaikan KPK, baik individu maupun institusi, dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.

Baca Juga: Soal 8 Orang Pegawai KPI yang Diduga Terlibat Kasus Pelecehan Seksual, Komisioner Sebut Bisa Dipecat

Maka dari itu, Presiden Jokowi sebagai atasan harus mengambil alih dan mengoreksi keputusan KPK.

Pasalnya, ini merupakan momentum Presiden Jokowi membuktikan sikap konkret dukungan pemberantasan korupsi, dan menegaskan ketidaksetujuan TWK dijadikan alat untuk mendepak pegawai yang justru berintegritas seperti yang pernah disampaikannya pada 17 Mei 2021.

"Jika Jokowi tak segera mengambil sikap, rasanya pantas jika publik terus-menerus curiga dan mempertanyakan keseriusan ucapan Kepala Negara," kata Sasmito.

Baca Juga: Cara Cek Daftar Penerima BPUM September 2021 Pakai KTP Lewat HP di Link eform.bri.co.id/bpum

Selain itu, Sasmito menyatakan, revisi Undang-Undang KPK tentu bukan keputusan yang akan dilupakan, maka jika tetap pula membiarkan pegawai KPK berintegritas disingkirkan, artinya rekam jejak kepemimpinan yang mengupayakan pemberantasan korupsi di Indonesia runtuh.***

Editor: Yunita Amelia Rahma

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x