Resmi Disahkan DPR RI, RUU Perlindungan Data Pribadi Picu Pro dan Kontra

- 20 September 2022, 17:58 WIB
Tangkapan Layar Video Antara Rapat Paripurna Pengesahan RUU PDP
Tangkapan Layar Video Antara Rapat Paripurna Pengesahan RUU PDP /

PR DEPOK – Hacker Bjorka seolah menginspirasi dalam percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perlindungan Data Pribadi atau RUU PDP ini.

Sebelumnya, beberapa aksi Bjorka dalam membocorkan data pribadi milik lembaga negara dan pejabat publik, telah membuat geger masyarakat Indonesia.

Namun, pro dan kontra atas pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi ini sebenarnya sudah berlangsung lama sejak ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 24 Januari 2020 lalu.

Baca Juga: BLT untuk Kriteria Penerima yakni Yatim Piatu, Lansia Tunggal dan Disabilitas Siap Cair Desember 2022

Dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari indonesiabaik.id, seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini, maka data pribadi menjadi aset atau komoditas bernilai tinggi di era big data dan ekonomi digital.

Oleh karena itu data pribadi merupakan hak yang harus dilindungi, sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) dan amanat yang disampaikan oleh konstitusi Negara Republik Indonesia serta Undang-Undang Dasar 1945.

RUU PDP atau Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, memuat 72 pasal dan 15 bab.

Baca Juga: Amalan Rebo Wekasan Menurut Islam, Lengkap dengan Tata Cara Sholat dan Bacaan Doa Tolak Bala

Beleid tersebut mengatur tentang definisi data pribadi, jenis, hak kepemilikan, pemrosesan, pengecualian, pengendali dan prosesor, pengiriman, lembaga berwenang yang mengatur data pribadi, serta penyelesaian sengketa.

RUU tersebut juga akan mengatur kerja sama internasional hingga sanksi yang akan dikenakan atas penyalahgunaan data pribadi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri telah menandatangani Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) ini pada 24 Januari 2020.

Adapun jenis-jenis data pribadi yang dilindungi seperti dalam Bab II pasal 3 ayat (1) RUU PDP disebutkan terbagi dua yaitu data pribadi yang bersifat umum dan data pribadi yang bersifat spesifik.

Baca Juga: Cara Nonton Gratis Film Miracle in Cell No 7 Bersama Wali Kota Bogor dan Vino G Bastian

Data Pribadi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tersebut meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama dan/atau Data Pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.

Sedangkan Data Pribadi yang bersifat spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebut meliputi data dan informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, kehidupan/orientasi seksual, pandangan politik, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi, dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

RUU PDP juga mengenakan sanksi atas pelanggaran data pribadi, dimana pelaku yang mengungkapkan atau menggunakan data pribadi yang bukan miliknya secara melawan hukum akan dikenakan pidana penjara tujuh tahun atau denda maksimal Rp70 miliar.

Baca Juga: Bank Apa Saja yang Dipakai untuk Kartu Prakerja? Simak Penjelasan dan Cara Menautkan Rekening

Dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari aptika.kominfo.go.id, anggota Komisi I DPR RI, Rizki Aulia Rahman Natakusumah, di gedung Parlemen, Senin, 12 September 2022, menyampaikan bahwa RUU PDP ini akan menjadi awal yang baik dalam menyelesaikan permasalahan kebocoran data pribadi di Indonesia.

Sementara Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid mengatakan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 12 September 2022, RUU PDP sangat dibutuhkan mengingat serangan siber di Indonesia pun sudah kian marak.

Meutya pun menambahkan, RUU PDP akan memberi kepastian hukum yang berkekuatan tetap dalam melindungi data pribadi masyarakat di ranah digital dan diharapkan pengesahan RUU PDP nantinya akan menghentikan kasus-kasus kebocoran data pribadi masyarakat.

Baca Juga: PKH September 2022 Cair di Tanggal Ini, Segera Cek Penerima Online Lewat cekbansos.kemensos.go.id

Menkominfo Johnny G. Plate dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 7 September 2022 mengungkapkan bahwa RUU PDP dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat serta menjamin pengakuan dan penghormatan atas pentingnya perlindungan data pribadi.

Dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari lbhpers.org, tafsir yang masih cukup luas diprediksi akan menimbulkan bentuk kriminalisasi baru bagi penyebar informasi, termasuk jurnalis.

Hak atas privasi dan keterbukaan informasi merupakan dua hal yang penting untuk menjamin hak asasi manusia di era informasi dan keterbukaan saat ini.

Undang- Undang Pers menjamin kemerdekaan pers sebagai bagian dari hak asasi warga Negara, terkhusus untuk memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Baca Juga: Sinopsis Singkat dan Jadwal Tayang Drakor Cheer Up, Gairah dan Cinta Kaum Muda Lewat Cheerleaders

Bambang Harymurti memaparkan kekhawatiran terjadinya hambatan terhadap kebebasan pers apabila RUU PDP disahkan tanpa pembahasan yang benar-benar matang.

Hal ini disampaikan saat menjadi Panelis di Webinar bertajuk ” Harmonisasi Kepentingan Umum dalam Perlindungan Data Pribadi pada Konteks Kebebasan Pers”, yang diselenggarakan LBH Pers pada Jumat, 25 September 2020.

Bambang mencontohkan, beberapa kasus di negara-negara Eropa yang telah menerapkan General Data Protection Regulation (GDPR), dimana pemahaman dan penegakan hukum juga menjadi penentu.

Baca Juga: BPUM 2022 Akan Cair untuk 12,8 Juta Pelaku Usaha, Cek Penerima BLT UMKM di eform.bri.co.id Pakai NIK KTP

Kemudian Bambang mencontohkan secara spesifik ketika saat salah satu media di Rumania membongkar kasus korupsi yang melibatkan petinggi partai penguasa, yang terjadi pemerintah justru memberi respon yang sebaliknya dengan menuntut media bersangkutan dengan tuduhan pelanggaran GDPR.

Akibatnya perlindungan data pribadi dan keterbukaan informasi dalam konteks jurnalisme itu seolah-olah bertabrakan.

Terutama untuk kasus jurnalis investigasi yang membongkar kasus korupsi yang dilakukan oleh penguasa di negara tertentu.

“Kita punya pengalaman di Tempo, melakukan investigasi penggelapan pajak di Indonesia sehingga pemerintah mendapatkan Rp4,5 T, tetapi apa yang terjadi, kita harus mengeluarkan biaya untuk membayar lawyer karena menghadapi gugatan dari berbagai pemain,” ungkap Bambang.

Baca Juga: Cara Daftar KIP Kuliah 2022 secara Online, Cukup Siapkan NIK, NISN, hingga NPSN

“Bahkan jangan sampai kalau sudah ada UU ini, orang-orang yang melaporkan pertemuan Joko Tjandra dan Jaksa Pinangki karena waktu itu dibilang dalam urusan pribadi, malah yang melaporkan bisa dilaporkan dan diancam penjara. Maka tidak akan ada yang melaporkan karena takut,” ungkap Bambang.

Selain itu, Bambang menganggap dalam pembahasan RUU PDP mesti ditegaskan kondisi seseorang kehilangan hak atas perlindungan data privasi dan kapan jangka waktunya.

Sebab, dalam kasus kejahatan tertentu, meski pelaku telah menjalani masa hukuman, tidak menutup kemungkinan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.

Khususnya untuk kasus kejahatan pedofilia, sehingga masyarakat berhak tahu agar dapat melindungi keluarganya.***

 

Editor: Nur Annisa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah