Oleh karena itu, penerapan pidana mati selalu menjadi suatu hal yang dinilai kontroversial oleh beberapa kalangan, khususnya bagi penggiat HAM yang memandang hukuman mati dianggap melanggar hak yang paling mendasar dari manusia, yaitu hak untuk hidup dan memperbaiki kehidupannya.
Meskipun penerapan hukuman mati hanya dikenakan untuk pidana tertentu saja. Artinya, hukuman mati/vonis mati hanya berlaku bagi kejahatan berat, misalnya kejahatan makar, pembunuhan berencana dalam kasus Ferdy Sambo ini, korupsi, narkotika, atau juga tindak pidana HAM berat, dan atau terorisme.
Pelaksanaan Hukuman Mati Menurut Hukum Positif Indonesia
Baca Juga: Hukuman Mati Ferdy Sambo di Luar Nalar Hukum, Hotman Paris Singgung Soal 'Kesempatan' 10 Tahun
- Terpidana wajib diberitahu 3x 24 jam sebelum eksekusi mati
Menurut Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964, sebelum terpidana dieksekusi mati, ia wajib diberitahu 3 hari (3x 24 jam) sebelum pelaksanaan eksekusi mati dilakukan.
- Berhak untuk mendapat permintaan terakhir
Dalam isi Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964, disebutkan bahwa terpidana eksekusi mati berhak untuk mengemukakan sesuatu (permintaan terakhir) yang disampaikan kepada Jaksa atau Jaksa Agung.
Baca Juga: Kumpulan 15 Twibbon Isra Mi'raj 1444 H Gratis, Cocok untuk Diunggah di Media Sosial
- Apabila terpidana lebih dari 1 orang
Dalam isi Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 disebutkan, apabila pidana mati yang dijatuhkan terhadap terdakwa lebih dari 1 orang dalam 1 putusan/vonis, maka eksekusi mati dilaksanakan secara serempak pada waktu yang sama, kecuali jika terdapat hal-hal yang tidak memungkinkan untuk pelaksanaan secara demikian.