- Yang berhak menjadi algojo atau regu tembak hukuman mati
Menurut hukum positif Indonesia (asas dan kaidah hukum tertulis yang berlaku saat ini atau ius constitutum) yang tertuang dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964, pelaksanaan hukuman mati dilakukan oleh pasukan/regu penembak, yang terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama dibawah pimpinan seorang Perwira yang semuanya sudah dibentuk oleh Kepala Polisi Komisariat Daerah di tempat kedudukan pengadilan di tingkat pertama yang bertugas menjatuhkan eksekusi/hukuman mati.
Baca Juga: Apakah PKH Tahap 1 2023 Sudah Cair Februari? Catat Jadwal Cair dan Nama Penerima di Sini
Disebutkan juga dalam Pasal 10 Ayat (3), regu tembak ini berada dibawah perintah Jaksa Agung/Jaksa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan eksekusi sampai selesainya pelaksanaan hukuman mati.
- Yang diperbolehkan menyaksikan eksekusi
Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964, selain regu tembak, yang dibolehkan hadir dalam pelaksanaan eksekusi mati adalah pembela terpidana atas permintaannya sendiri atau atas permintaan terpidana. Selain itu, rohaniawan juga dapat mendampingi terpidana (Pasal 11 Ayat (2)).
- Apabila tidak mati dalam satu tembakan
Terpidana eksekusi mati akan ditembak di lokasi dimana dirinya telah ditentukan akan dieksekusi. Jarak antara regu penembak dan terpidana tidak melebihi 10 meter atau tidak kurang dari 5 meter, dan akan membidik pada jantung terpidana, bisa menjalankannya secara berdiri, duduk, ataupun berlutut (Pasal 11 Ayat (1), Pasal 12 Ayat (1), dan Pasal 13).
Jika setelah penembakan terpidana masih hidup, maka Komandan Regu akan memerintahkan Bintara Regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan cara menekan ujung laras senjata tepat di atas telinganya.