Ferdy Sambo Divonis Mati, Begini Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia

- 14 Februari 2023, 09:14 WIB
Begini pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, usai Ferdy Sambo divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.*
Begini pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, usai Ferdy Sambo divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.* /Antara/Aprillio Akbar

PR DEPOK - Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Ferdy Sambo divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin, 13 Februari 2023.

Sidang vonis mati terhadap Ferdy Sambo yang dibacakan oleh hakim ketua, Wahyu Imam Santoso ini sontak mendapat respons positif hingga pujian dari netizen di sosial media. Mengingat, masyarakat kini tengah merasa hilang kepercayaan akan hukum yang adil di Indonesia.

Bahkan, vonis mati Ferdy Sambo yang lebih berat dari tuntutan jaksa sebelumnya ini, yakni seumur hidup, tengah hangat dibicarakan di berbagai platform media sosial tanah air dan menjadi trending hingga hari ini Selasa, 14 februari 2023.

Jika menilik lebih dalam kronologi insiden penembakan yang menewaskan Brigadir J hingga adanya vonis mati Ferdy Sambo ini, maka serangkaian kronologinya seperti berikut.

Baca Juga: Yuk Pasang! 27 Twibbon Ucapan Hari Valentine 2023 untuk Pacar, Teman, dan Keluarga Gratis

1. Pada 8 Juli 2022, Brigadir J dinyatakan tewas dalam insiden tembak-menembak yang melibatkan rekan sesama anggota Polisi.

2. 12 Juli 2022, Kapolri membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus penembakan ini, hingga muncul dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

3. Tanggal 18 Juli 2022, karena adanya insiden ini, Ferdy Sambo dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengaman (Kadiv Propam) Polri.

4. 26 Juli 2022, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E diperiksa Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM).

Baca Juga: Ferdy Sambo Dihukum Mati, Ini Tanggapan Polri, Kompolnas, hingga Komnas HAM

5. Pada 27 Juli 2022, keluarga korban meminta untuk melakukan autopsi ulang jenazah Brigadir J yang dilakukan oleh tim dokter forensik dari Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto dan juga Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri.

6. 3 Agustus 2022, Bharada E ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 55, dan Pasal 56 KUHP karena membantu melakukan kejahatan (ia menembak bukan untuk self defence atau membela diri).

7. Tanggal 9 Agustus 2022, selain Bharada E, tim khusus juga menetapkan tersangka lain dalam kasus pembunuhan Brigadir J, yakni Ferdy Sambo, Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, hingga istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

8. Pada tanggal 17 Oktober 2022, sidang atas nama terdakwa Ferdy Sambo dan 4 terdakwa lainnya dinyatakan terbuka untuk umum.

Baca Juga: Link Nonton Persik Kediri vs Bali United, Macan Putih Jamu Serdadu Tridatu

9. Pada 11 Januari 2023, sidang tuntutan terhadap terdakwa Bharada E dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

10. 13 Februari 2023, majelis hakim PN Jakarta Selatan memvonis mati Ferdy Sambo, karena telah terbukti melanggar Pasal 340 KUHP juncto (jo) Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.

Melansir dari PMJNews, dengan adanya vonis mati Ferdy Sambo ini, membuat keluarga korban puas dan kuasa hukum keluarga mendiang Brigadir J pun menilai bahwa vonis mati terhadap Ferdy Sambo memang layak sesuai dengan perbuatannya.

Hukuman Mati di Indonesia

Baca Juga: Tanggal Berapa BPNT Februari 2023 Cair? Cek Lengkapnya via cekbansos.kemensos.go.id

Adanya perdebatan yang menuai pro dan kontra mengenai hukuman mati, seolah-olah tidak ada habisnya. Dengan adanya perdebatan ini, mengundang berbagai reaksi dan pendapat dari para ahli hukum hingga penggiat HAM, dan juga masyarakat itu sendiri.

Oleh karena itu, penerapan pidana mati selalu menjadi suatu hal yang dinilai kontroversial oleh beberapa kalangan, khususnya bagi penggiat HAM yang memandang hukuman mati dianggap melanggar hak yang paling mendasar dari manusia, yaitu hak untuk hidup dan memperbaiki kehidupannya.

Meskipun penerapan hukuman mati hanya dikenakan untuk pidana tertentu saja. Artinya, hukuman mati/vonis mati hanya berlaku bagi kejahatan berat, misalnya kejahatan makar, pembunuhan berencana dalam kasus Ferdy Sambo ini, korupsi, narkotika, atau juga tindak pidana HAM berat, dan atau terorisme.

Pelaksanaan Hukuman Mati Menurut Hukum Positif Indonesia

Baca Juga: Hukuman Mati Ferdy Sambo di Luar Nalar Hukum, Hotman Paris Singgung Soal 'Kesempatan' 10 Tahun

- Terpidana wajib diberitahu 3x 24 jam sebelum eksekusi mati

Menurut Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964, sebelum terpidana dieksekusi mati, ia wajib diberitahu 3 hari (3x 24 jam) sebelum pelaksanaan eksekusi mati dilakukan.

- Berhak untuk mendapat permintaan terakhir

Dalam isi Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964, disebutkan bahwa terpidana eksekusi mati berhak untuk mengemukakan sesuatu (permintaan terakhir) yang disampaikan kepada Jaksa atau Jaksa Agung.

Baca Juga: Kumpulan 15 Twibbon Isra Mi'raj 1444 H Gratis, Cocok untuk Diunggah di Media Sosial

- Apabila terpidana lebih dari 1 orang

Dalam isi Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 disebutkan, apabila pidana mati yang dijatuhkan terhadap terdakwa lebih dari 1 orang dalam 1 putusan/vonis, maka eksekusi mati dilaksanakan secara serempak pada waktu yang sama, kecuali jika terdapat hal-hal yang tidak memungkinkan untuk pelaksanaan secara demikian.

- Yang berhak menjadi algojo atau regu tembak hukuman mati

Menurut hukum positif Indonesia (asas dan kaidah hukum tertulis yang berlaku saat ini atau ius constitutum) yang tertuang dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964, pelaksanaan hukuman mati dilakukan oleh pasukan/regu penembak, yang terdiri dari seorang Bintara, 12 orang Tamtama dibawah pimpinan seorang Perwira yang semuanya sudah dibentuk oleh Kepala Polisi Komisariat Daerah di tempat kedudukan pengadilan di tingkat pertama yang bertugas menjatuhkan eksekusi/hukuman mati.

Baca Juga: Apakah PKH Tahap 1 2023 Sudah Cair Februari? Catat Jadwal Cair dan Nama Penerima di Sini

Disebutkan juga dalam Pasal 10 Ayat (3), regu tembak ini berada dibawah perintah Jaksa Agung/Jaksa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan eksekusi sampai selesainya pelaksanaan hukuman mati.

- Yang diperbolehkan menyaksikan eksekusi

Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964, selain regu tembak, yang dibolehkan hadir dalam pelaksanaan eksekusi mati adalah pembela terpidana atas permintaannya sendiri atau atas permintaan terpidana. Selain itu, rohaniawan juga dapat mendampingi terpidana (Pasal 11 Ayat (2)).

- Apabila tidak mati dalam satu tembakan

Baca Juga: Ferdy Sambo Divonis Mati, Pengacara Hormati Putusan Hakim tapi Kecewa dengan Hukuman Putri Candrawathi

Terpidana eksekusi mati akan ditembak di lokasi dimana dirinya telah ditentukan akan dieksekusi. Jarak antara regu penembak dan terpidana tidak melebihi 10 meter atau tidak kurang dari 5 meter, dan akan membidik pada jantung terpidana, bisa menjalankannya secara berdiri, duduk, ataupun berlutut (Pasal 11 Ayat (1), Pasal 12 Ayat (1), dan Pasal 13).

Jika setelah penembakan terpidana masih hidup, maka Komandan Regu akan memerintahkan Bintara Regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir dengan cara menekan ujung laras senjata tepat di atas telinganya.

- Pelaksanaan penguburan

Menurut Pasal 15 Ayat (1) dan (2), pelaksanaan penguburan terpidana diserahkan kepada keluarga/sahabatnya. Namun, jika tidak memungkinkan, maka penguburan diatur oleh negara dengan tata cara sesuai agama/kepercayaan terpidana.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: PMJ News ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah